Bertualang di Bukit Lawang

Seekor kedih di Bukit Lawang. November kemarin, kami empat orang tim Swaraowa berpatisipasi dalam Asian Primate Symposium (APS) ke-9 di Kot...

Seekor kedih di Bukit Lawang.


November kemarin, kami empat orang tim Swaraowa berpatisipasi dalam Asian Primate Symposium (APS) ke-9 di Kota Medan. APS adalah forum yang mempertemukan peneliti, pemerhati, hingga praktisi konservasi primata se-Asia. Tentunya banyak sekali pengetahuan dan pengalaman baru yang diperoleh dari acara yang menghadirkan hampir 300 orang peserta dari 20-an negara.

Swaraowa at 9th APS Medan


Namun, kali ini saya tidak hendak bercerita tentang APS-nya. Setelah acara di kota Medan selama tiga hari, kami jauh-jauh hari telah merencanakan sebuah trip menyusuri Sumatera Utara hingga Sumatera Selatan untuk melihat berbagai jenis primata, alam Sumatera yang konon indah, orang-orangnya yang pasti ramah, hingga kulinernya yang menarik untuk dicicipi.

Rute trip dimulai dari Bukit Lawang di Kabupaten Langkat, lalu ke sekitar Danau Toba, lanjut ke Sipirok di Tapanuli Selatan, mampir ke Bukittinggi, dan finish di Kota Padang.

Di postingan ini, saya mulai dari trip orangutan Bukit Lawang. Kami ber-delapan orang dari empat negara. Pada 26/11 malam, kami mulai perjalanan menuju ke Langkat dengan dua innova. Mampir di warung belut Mas Ben di pinggiran Kota Medan. Ownernya ternyata orang asal banyumas, telah lama membuka warung ini hingga menjadi salah satu yang legend. Saking asyiknya melahap aneka olahan belut, saya lupa mengambil dokumentasi.

Perjalanan menuju ke Bukit Lawang melewati Kota Binjai, biasanya bisa ditempuh sekitar tiga jam. Namun, kali ini memakan waktu 4 jam lebih karena ban bocor dua biji. Sampai di penginapan Ecolodge sudah setengah satu, dalam guyuran rintik hujan. Bukit Lawang berada di pinggiran Taman Nasional Gunung Leuser.

Jembatan gantung menuju Ecolodge.


Paginya masih hujan pula, suara kedih atau thomas langur (Presbytis thomasi) yang asyik menikmati sarapan di samping penginapan. Mereka seolah tak mempedulikan hujan yang masih mengguyur. Monyet ekor panjang juga begitu banyaknya di sekitar penginapan. 

Setelah sarapan omelet berangkatlah kami ke trek leuser. Ditemani guide Bang Ismail yang berpengalaman sepuluh tahun, dan Taufik sebagai asisten. Banyak guide di sini, setidaknya 300-an. Ekowisata di Bukit Lawang ini telah membawa berkah bagi banyak warga di sekitarnya.

Jalur track ekowisata Bukit Lawang - TN Gunung Leuser.


Baru jalan sebentar sudah disambut thomas langur. Cukup banyak dan bisa mengamati cukup dekat. Setelah masuk ke kawasan TN berjumpa dengan kelompok langur lagi. Dan ada white handed gibbon (Hylobates lar) di sana. Wow beruntung sekali. Menurut pengalaman para guide, jenis owa ini biasanya hanya dijumpai setelah jauh masuk hutan, itupun untung-untungan.

Pesek, ibu orangutan di TN Gunung Leuser. (Dalam cahaya yang minim, kamera saya tak mampu mengambil gambar yang lebih baik dari yang satu ini)


Di pos selanjutnya kami berjumpa si pesek, orangutan yang di rilis sejak tahun 89. Ia di sana bersama seekor anaknya. Para turis langsung berebut posisi untuk mengabadikan momen itu. Perjumpaan dengan orangutan lagi-lagi merupakan keberuntungan bagi kami karena dalam cuaca kurang mendukung seperti ini, peluang berjumpa orangutan relatif kecil. 

Sewaktu balik kami lewat jalur lain. Bang Ismail hendak menunjukkan keindahan lain dari Bukit Lawang. Tracknya sedikit lebih berat karena lumayan curam dan guyuran rintik-rintik hujan membuat jalur ini cukup licin. Kami harus ekstra hati-hati. Semua perjuangan terbayar saat kami melewati stone garden yang sungguh cantik. Batu gamping tua sepertinya. Batu-batu yang langsung mengingatkan saya pada tanah Maros jauh di Pulau Sulawesi sana.


You Might Also Like

0 comments