arabica Gayo
dataran tinggi Gayo
expedisi
kopi Gayo
Cerita dari Tanah Gayo
February 24, 2016
Pagi yang cerah, bus "Harapan Indah" yang berbadan besar
memasuki terminal Paya Ilang di Takengon, Aceh Tengah. Bus yang membawa
rombongan kami, para petualang kopi (kami menyebutnya seperti itu). Suasana
dingin seolah menyambut kami dengan sapaan "Selamat datang di Tanah Gayo!". Yes,
inilah kerajaan kopi arabika terbesar di Asia, dan saya telah menginjakkan kaki
di tanah subur ini. Setelah perjalanan berjam-jam dari Medan, rasa lelah dan
kantuk seakan lenyap sudah dengan pesona keindahan kota kecil bernama Takengon
ini.
Kami sudah dijemput seorang teman, Bang Hendra Maulizar,
seorang pengusaha kopi muda yang sepak terjangnya tak perlu diragukan lagi. Kalau
pembaca pernah mencicipi kopi gayo "Pantan Musara", maka bisa dipastikan kopi
tersebut keluar dari gudang milik perusahaan Bang Hendra yang dirintis bersama
ayahnya. Beberapa hari kami di Gayo, untuk belajar segala sesuatu tentang kopi,
ditemani langsung oleh Bang Hendra yang orangnya sangat ramah. Tujuan utama
kami adalah belajar mengenal cita rasa kopi (cupping) di kota Bener Meriah, dan mengunjungi Desa Pantan Musara.
Masyarakat Gayo tidak bisa dipisahkan dari kopi. Ada ungkapan
di kalangan masyarakat Gayo, "Orang Gayo hidup dari kopi dan mati untuk kopi". Tak
muluk-muluk memang karena Tanah Gayo merupakan salah satu lumbung kopi arabica dunia. Mayoritas
masyarakat di Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues,
menggantungkan penghidupan pada bisnis kopi. Mulai dari petani kopi, industri pengolahan
pascapanen, roastery, kedai kopi,
hingga pemain besar seperti pengeksport.
Penikmat dan pecinta kopi pasti familiar dengan kopi gayo. Tidak
hanya level nasional, tetapi juga dikenal di tingkat internasional. Bang Mahdi,
seorang putra Gayo yang merupakan Q-Grader*, menceritakan bagaimana dunia
tergantung pada kopi gayo sehingga membuat harganya selalu di atas rata-rata
harga kopi dunia. Mengapa kopi gayo begitu diperhitungkan di pasar kopi dunia?
Pertama, varietas kopi gayo yang sangat beragam. Setidaknya ada 136 varietas
dan beberapa di antaranya adalah "varietas tua", seperti typica, abyssinia, dan bergendal. Kedua, karakter kopi gayo
yang kuat di body dan acidity; sehingga kopi-kopi dari
berbagai negara membutuhkannya sebagai basic
blend.
Dataran tinggi Gayo, diciptakan dengan segenap
karakteristiknya yang dibutuhkan bagi kopi arabica. Faktor ketinggian tempat yang
rata-rata lebih dari 1.000 mdpl, formasi batuan, dan curah hujan menjadi faktor
penentu utama. Dan tentu saja, kecintaan masyarakat Gayo akan kopi, membuat
mereka menghasilkan biji-biji kopi terbaik.
By the way, saya bukan pakar kopi. Apa yang saya sampaikan di
atas semata-mata berdasarkan apa yang saya pelajari dari para ahli dan pecinta
kopi yang saya temui selama di Gayo beberapa bulan yang lalu. Hanya beberapa hari memang, sebelum kami bergeser ke tempat-tempat lain selama perjalanan di Sumatera. Namun, beberapa hari itu begitu kental dengan pengalaman dan pembelajaran berharga.
Saya ucapkan
terima kasih kepada: Bang Hendra sekeluarga, Kang Meiardy dan Mas Imam (teman
petualangan selama di Gayo), Gayo Cupper Team dan teman-teman Gayo Cupping
Class angkatan ke-3, dan segenap masyarakat Gayo yang ramah. Banyak pelajaran
dipetik dari masyarakat Gayo, namun saya tak mampu menceritakan setiap detail
perjalanan itu. Juga kepada Huda dan Bang Gigi yang menampung kami selama di Kota Medan.
Mari ngopi..mari belajar..mari berkarya!
Mari ngopi..mari belajar..mari berkarya!
Yogyakarta, Agustus 2015
*) Q-Grader adalah seorang pencicip cita rasa kopi arabica profesional yang tersertifikasi.
0 comments