Pendataan Karst Partisipatif
October 27, 2015Kemarau tahun ini dirasakan cukup berat bagi warga Dusun Jonggrangan, Desa Jatimulyo, Girimulyo, Kulon Progo. Hal ini karena beberapa mata a...
October 27, 2015
Kemarau tahun ini dirasakan cukup berat bagi warga Dusun Jonggrangan, Desa Jatimulyo, Girimulyo, Kulon Progo. Hal ini karena beberapa mata air yang menjadi tumpuan dalam mencukupi kebutuhan air mulai mengering. Menurut informasi dari masyarakat setempat, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir terjadi penurunan debit air secara signifikan. Melihat fenomena ini, beberapa pemuda berinisiatif untuk melakukan gerakan pelestarian sumber air agar sumber-sumber air tersebut bisa memenuhi kebutuhan air di masa-masa yang akan datang.
Dusun Jonggrangan berada di kawasan Karst Menoreh, sehingga memiliki karakteristik hidrologi yang khas. Sehingga untuk melakukan kegiatan konservasi mata air ini perlu mempertimbangkan karakteristik khas karst tersebut. Sumber air umumnya berasal dari lorong-lorong bawah tanah yang mengalirkan air dari bukit-bukit karst di atasnya. Seperti mata air Simaling yang berupa lorong goa sempit pada batuan gamping. Mata air ini adalah salah satu penyuplai air yang penting bagi masyarakat di sekitarnya. Konon debit air yang keluar dari goa ini sebelumnya jauh lebih besar dibandingkan kondisi saat ini.
Selain mata air Simaling, masih ada banyak mata air lainnya yang juga dimanfaatkan oleh warga. Untuk itu hal pertama yang perlu dilakukan adalah memetakan sebaran mata air dan menilik kondisi zona tangkapan air di atasnya. Seperti diketahui, air di karst terkumpul dari cekungan-cekungan di atasnya dan masuk melalui ponor-ponor dan goa-goa. Para pemuda di Jonggrangan ini secara partisipatif melakukan sendiri identifikasi dan inventarisasi beberapa mata air dan ponor-ponor yang ada di wilayah dusunnya. Data ini nantinya penting untuk menentukan langkah berikutnya dalam upaya pelestarian sumber-sumber air.
Dari pendataan yang pertama ini setidaknya diperoleh 6 mata air dan goa berair, 1 goa vertikal, dan 2 ponor. Data ini masih sangat sedikit dan masih ada banyak mata air dan goa yang belum didata. Hal ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi para pemuda di Jonggrangan sampai diperoleh data yang menyeluruh.
Mata air Simaling yang debitnya dilaporkan menyusut.
Menandai titik koordinat Jumbleng Sepelet menggunakan alat GPS.
Selain mata air Simaling, masih ada banyak mata air lainnya yang juga dimanfaatkan oleh warga. Untuk itu hal pertama yang perlu dilakukan adalah memetakan sebaran mata air dan menilik kondisi zona tangkapan air di atasnya. Seperti diketahui, air di karst terkumpul dari cekungan-cekungan di atasnya dan masuk melalui ponor-ponor dan goa-goa. Para pemuda di Jonggrangan ini secara partisipatif melakukan sendiri identifikasi dan inventarisasi beberapa mata air dan ponor-ponor yang ada di wilayah dusunnya. Data ini nantinya penting untuk menentukan langkah berikutnya dalam upaya pelestarian sumber-sumber air.
Sebaran mata air, goa, dan ponor di Jonggrangan. (thanks to Google)
Dari pendataan yang pertama ini setidaknya diperoleh 6 mata air dan goa berair, 1 goa vertikal, dan 2 ponor. Data ini masih sangat sedikit dan masih ada banyak mata air dan goa yang belum didata. Hal ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi para pemuda di Jonggrangan sampai diperoleh data yang menyeluruh.
Kelik 'Golenk' yang lelah saat menelusuri Goa Sitawing yang sempit dan pengap.
Banyak diskusi yang terjadi selama kegiatan pendataan ini. Salah satu yang perlu jadi perhatian ke depannya adalah penyadartahuan masyarakat tentang karst. Ketidaktahuan masyarakat mengenai karakteristik karst menjadi permasalahan sendiri, misalnya pengelolaan ponor dan goa yang keliru. Beberapa ponor dan goa justru dijadikan tempat pembuangan sampah, yang dampaknya adalah pencemaran pada mata air di bawahnya. Satu lagi pekerjaan rumah kita semua, memasyarakatkan pengetahuan karst dan mengajak masyarakat mengelola kawasan karst dengan baik.
Menoreh, Oktober 2015