jalan-jalan
Papua itu..
May 15, 2015
Papua, pulau besar milik Indonesia ke-lima yang saya
kunjungi. Ya, cita-cita untuk menginjakkan kaki di lima pulau besar sebelum usia tigapuluh akhirnya tercapai. Jawa adalah tempat saya lahir dan besar dalam keluarga
kecil yang tinggal di sebuah tempat indah di Yogya, Sulawesi menjadi pulau
kedua, menyusul Kalimantan, Sumatera, dan kini Papua. Saya tidak berambisi
untuk traveling keliling Indonesia, perjalanan-perjalanan itu biasanya dalam rangka pekerjaan atau kegiatan positif lainnya.
Danau Sentani dalam perjalanan dari bandara ke kota Jayapura
Papua, dulu saya mengira pulau yang menyeramkan dengan malarianya,
dengan seringnya terjadi kerusuhan, dan banyak hal buruk lainnya. Namun semua
anggapan saya itu sirna setelah benar-benar menyaksikan sendiri keadaan Papua. Ya
saya memang tidak bisa menggeneralisasi, karena saya hanya mengunjungi beberapa
tempat, tapi setidaknya Jayapura sebagai ibu kota Provinsi Papua bisa dijadikan
sampel.
Kota ini cukup ramah, meskipun agak panas. Orang tropis sih tak perlu
takut panas, ini malah menjadi anugerah tersendiri. Jayapura adalah kota yang cantik,
orang-orang bilang mirip Rio de Janeiro, dengan teluknya, dan perbukitan yang
mengelilinginya. Bukit-bukit kapur yang mengelilingi kota masih hijau dengan
hutan alami, sehingga udaranya masih lebih baik lah dibanding kota-kota lain.
Orang-orang terutama di daerah pinggiran kota masih sangat
ramah. Selalu ada sapaan ‘selamat pagi’, "selamat siang", "selamat sore", "selamat
malam", saat saling berjumpa di jalanan atau di tempat-tempat keramaian. Tak terkecuali
bagi para pendatang seperti saya, sapaan itu juga selalu terlontar dengan
senyuman tulus mereka. Keramahan ini buat saya sangat istimewa, karena memberi
kesan tersendiri.
Selain budaya bertegur sapa, satu lagi kebiasaan orang Papua
(terutama penduduk aslinya), yaitu budaya makan (atau apa sih istilahnya, mengunyah
kali yaa) pinang sirih. Awalnya saya heran, kok banyak bercak merah di
jalan-jalan, "jangan-jangan..ah jadi takut". Eh tapi ternyata bercak-bercak merah
itu adalah bekas ludah orang-orang yang mengunyah pinang sirih.
Pasar batu di Sentani, selalu ramai oleh para penggemar batu akik :D
Masih tentang pinang sirih, Johan, teman saya yang asli orang
Papua bilang kalau dia bisa tiga sampai lima kali mengunyah pinang dalam sehari. Bahkan bisa
juga lebih, katanya. Pinang sirih bahkan bagi beberapa kaum laki-laki, lebih
berharga ketimbang rokok, yang umumnya jadi yang paling berharga di daerah
lain. Saya pikir bagus juga sih, pinang sirih kan jauh lebih sehat. Gigi memang
jadi hitam kemerahan, tapi bisa lebih kuat.
Oiya, satu paket pinang sirih itu biasanya
terdiri dari dua biji pinang, satu buah sirih, dan sedikit
serbuk kapur.Jadi jangan heran kalau di Papua menemukan serbuk putih dalam
plastik flip. Itu kemungkinan besar bukan sabu, melainkan serbuk kapur. Mungkin
kapur ini yang menjadikan gigi orang Papua yang suka mengunyah pinang sirih
jadi lebih kuat.
Jayapura juga tempat berbagai suku bangsa bisa hidup dalam
suasana harmonis. Mudah sekali bertemu dengan orang asli Papua di sini. Ada
pula orang bugis, jawa, ambon, dll. Mereka saling menghormati satu sama lain
dan bisa mencari rejeki di kota yang cantik ini. Saya sih hanya berharap semoga
kenyamanan, keamanan, keramahan, dan keunikan Jayapura dan seluruh Papua pada
umumnya akan terus terjaga, dan menjadi bagian dari negeri besar ini.
Jaya Pura, Mei 2015
0 comments